A.Pengertian
Islam Rahmatan Lil’alamin
1. Pengertian islam
Kata “islam”
adalah kata bahasa arab yaitu “salima” Yaslamu, yang dimasdarkan
menjadi “islaman” yang berarti damai.
Secara etimologis (asal-usul kata, lughawi) kata “Islam”
berasal dari bahasa Arab: salima yang artinya selamat. Dari kata itu
terbentuk aslama yang artinya menyerahkan diri atau tunduk dan patuh.
Sebagaimana firman Allah SWT dalam Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 112 yang
berbunyi :
4n?t/ ô`tB zNn=ór& ¼çmygô_ur ¬! uqèdur Ö`Å¡øtèC ÿ¼ã&s#sù ¼çnãô_r& yYÏã ¾ÏmÎn/u wur ì$öqyz öNÎgøn=tæ wur öNèd tbqçRtøts
Artinya
: Bahkan, barangsiapa aslama (menyerahkan diri) kepada Allah, sedang ia berbuat
kebaikan, maka baginya pahala di sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran
terhadap mereka dan tidak pula bersedih hati.
Dari kata aslama itulah terbentuk kata Islam.
Pemeluknya disebut Muslim. Orang yang memeluk Islam berarti menyerahkan
diri kepada Allah dan siap patuh pada ajaran-Nya.
Hal senada dikemukakan Hammudah Abdalati kata “Islam” berasal dari
akar kata Arab, SLM (Sin, Lam, Mim) yang berarti kedamaian, kesucian,
penyerahan diri, dan ketundukkan. Dalam pengertian religius, menurut Abdalati,
Islam berarti "penyerahan diri kepada kehendak Tuhan dan ketundukkan atas
hukum-Nya" (Submission to the Will of God and obedience to His Law).
Hubungan antara pengertian asli dan pengertian religius dari kata
Islam adalah erat dan jelas. Hanya melalui penyerahan diri kepada kehendak
Allah SWT dan ketundukkan atas hukum-Nya, maka seseorang dapat mencapai
kedamaian sejati dan menikmati kesucian abadi.
Secara terminologis (istilah, maknawi) dapat dikatakan,
Islam adalah agama wahyu berintikan tauhid atau keesaan Tuhan yang
diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad Saw sebagai utusan-Nya yang
terakhir dan berlaku bagi seluruh manusia, di mana pun dan kapan pun, yang
ajarannya meliputi seluruh aspek kehidupan manusia.
Cukup banyak ahli dan ulama yang berusaha merumuskan definisi Islam
secara terminologis. KH Endang Saifuddin Anshari mengemukakan, setelah
mempelajari sejumlah rumusan tentang agama Islam, lalu menganalisisnya, ia
merumuskan dan menyimpulkan bahwa agama Islam adalah:
1.
Wahyu
yang diurunkan oleh Allah SWT kepada Rasul-Nya untuk disampaikan kepada segenap
umat manusia sepanjang masa dan setiap persada.
2.
Suatu
sistem keyakinan dan tata-ketentuan yang mengatur segala perikehidupan dan penghidupan asasi manusia dalam pelbagai
hubungan: dengan Tuhan, sesama manusia, dan alam lainnya.
3.
Bertujuan:
keridhaan Allah, rahmat bagi segenap alam, kebahagiaan di dunia dan akhirat.
4.
Pada
garis besarnya terdiri atas akidah, syariatm dan akhlak.
5.
Sumberkan
Kitab Suci Al-Quran yang merupakan kodifikasi wahyu Allah SWT sebagai
penyempurna wahyu-wahyu sebelumnya yang ditafsirkan oleh Sunnah Rasulullah SAW.
2. Pengertian rahmatan
Kata
‘rahmatan” kata bahas Arab yaitu “rohima” yang dimasdarkan menjadi “ rahmatan’
yang artinya kasih sayang.
3. Pengertian lil’alamin
Kata “Al-alamin”
adalah kata bahasa Arab yaitu “alam” yang dijama’kan menjadi “alamin”
yang artinya alam semesta yang mencakup bumi beserta isinya.
Maka yang dimaksud dengan islam
rahmatan lil’alamin adalah islam yang kehadirannya ditengah kehidupan
masyarakat mampu mewujudkan kedamaian dan kasih sayang magi manusia maupun
alam.
Selama 15
abad-Islam di muka bumi ini, implementasi rahmat bagi semesta alam sudah meluas
hampir ke berbagai belahan dunia. Secara etimologis, Islam berarti damai,
sedangkan rahmatan lil `alamin berarti `kasih sayang bagi semesta alam'. Maka
yang dimaksud dengan Islam Rahmatan lil'alamin adalah Islam yang kehadirannya
di tengah kehidupan masyarakat mampu mewujudkan kedamaian dan kasih sayang bagi
manusia maupun alam.
Rahmatan
lil'alamin adalah istilah qurani dan istilah itu sudah terdapat dalam Alquran,
yaitu sebagaimana firman Allah dalam Surat Al- Anbiya' ayat 107:
!$tBur »oYù=yör& wÎ) ZptHôqy úüÏJn=»yèù=Ïj9 ÇÊÉÐÈ
Artinya: Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi
semesta alam.
Di sini Allah SWT berfirman bahwa
Dia telah menciptakan Muhammad Shalallahu ‘Alaihi wa Salam sebagai rahmat
bagi seluruh alam (rahmatan lil ‘alamin), artinya, Dia mengirimnya
sebagai rahmat untuk semua orang. Barangsiapa menerima rahmat ini dan berterima
kasih atas berkah ini, dia akan bahagia di dunia dan akhirat. Namun,
barangsiapa menolak dan mengingkarinya, dunia dan akhirat akan lepas darinya,
seperti firman Allah SWT dalam surat ibrahim ayat 28-29:
أَلَمْ تَرَ
إِلَى الَّذِينَ بَدَّلُواْ نِعْمَتَ اللَّهِ كُفْرًا وَأَحَلُّواْ قَوْمَهُمْ
دَارَ الْبَوَارِ – جَهَنَّمَ
يَصْلَوْنَهَا وَبِئْسَ الْقَرَارُ
Artinya: Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang
telah menukar nikmat Allah (perintah-perintah dan ajaran-ajaran Allah) dengan
kekafiran dan menjatuhkan kaumnya ke lembah kebinasaan? Yaitu neraka jahannam;
mereka masuk kedalamnya; dan itulah seburuk-buruk tempat kediaman
Dan Allah SWT berfirman dalam Al Qur’an surat Fushilat
ayat 44 :
قُلْ هُوَ
لِلَّذِينَ ءَامَنُواْ هُدًى وَشِفَآءٌ وَالَّذِينَ لاَ يُؤْمِنُونَ فِى
ءَاذَانِهِمْ وَقْرٌ وَهُوَ عَلَيْهِمْ عَمًى أُوْلَـئِكَ يُنَادَوْنَ مِن
مَّكَانٍ بَعِيدٍ
Artinya :Katakanlah: “Al Quraan itu adalah petunjuk
dan penawar bagi orang-orang mukmin. Dan orang-orang yang tidak beriman pada
telinga mereka ada sumbatan, sedang Al Quraan itu suatu kegelapan bagi mereka
(tidak memberi petunjuk bagi mereka). Mereka itu adalah (seperti) yang
dipanggil dari tempat yang jauh.
Rahmat
adalah karunia yang dalam ajaran agama terbagi menjadi dua, rahmat dalam
konteks rahman dan rahmat dalam konteks rahim. Rahmat dalam konteks rahman
adalah bersifat ammakulla syai', meliputi segala hal, sehingga orang-orang
nonmuslim pun mempunyai hak kerahmanan. Rahim adalah kerahmatan Allah yang
hanya diberikan kepada orang Islam. Jadi rahim itu adalah khoshushon lil muslimin. Apabila Islam dilakukan secara benar, rahman dan rahim
Allah akan turun semuanya.
B.Fungsi
Islam Untuk Rahmatan Lil’alamin
Umat Islam
tentu meyakini misi rahmatan lil ‘alamin, sebab
istilah rahmatan lil-lamin telah dinyatakan oleh Al Qur’an.
Istilah rahmatan lil-’alamin dipetik dari salah satu ayat Al Qur’an;
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِّلْعَالَمِين
“Wa maa arsalnaaka illaa
rahmatan lil-’aalamiin (Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk
(menjadi) rahmat bagi semesta alam).” (QS Al Anbiya’ : 107).
Dalam ayat
itu, “rahmatan lil-’alamin” secara tegas dikaitkan
dengan kerasulan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Artinya, Allah
tidaklah menjadikan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sebagai rasul, kecuali
karena kerasulan beliau menjadi rahmat bagi semesta alam. Karena rahmat yang
diberikan Allah kepada semesta alam ini dikaitkan dengan kerasulan Nabi
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, maka umat manusia dalam menerima bagian dari
rahmat tersebut berbeda-beda. Ada yang menerima rahmat tersebut dengan
sempurna, dan ada pula yang menerima rahmat tersebut tidak sempurna.
Ibnu
Abbas radhiyallahu ‘anhuma, sahabat Nabi Salallahu
‘Alaihi Wa Sallam, pakar dalam Ilmu Tafsir menyatakan: “Orang yang
beriman kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, maka akan memperoleh rahmat
Allah dengan sempurna di dunia dan akhirat. Sedangkan orang yang tidak beriman
kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, maka akan diselamatkan dari azab
yang ditimpakan kepada umat-umat terdahulu ketika masih di dunia seperti
dirubah menjadi hewan atau dilemparkan batu dari langit.
Sebagaimana
dimaklumi, selain sebagai rahmatan lil-’alamin, Nabi
Muhammad SAW diutus juga sebagai basyiiran wa nadziiran
lil-’aalamiin (pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan kepada
seluruh alam) Sebagaimana firman Allah SWT dalam Al Qur’an surat Al Furqan ayat
1 yang berbunyi:
x8u$t6s? Ï%©!$# tA¨tR
tb$s%öàÿø9$# 4n?tã
¾ÍnÏö6tã tbqä3uÏ9 úüÏJn=»yèù=Ï9
#·ÉtR
ÇÊÈ
Artinya: Maha Suci Allah
yang telah menurunkan Al Furqaan (Al Qur’an) kepada hamba-Nya, agar dia menjadi
pemberi peringatan kepada seluruh alam.
Allah SWT juga berfirman
dalam Al Qur’an surat Saba’ ayat 28 yang berbunyi:
!$tBur
y7»oYù=yör& wÎ)
Zp©ù!$2
Ĩ$¨Y=Ïj9 #Zϱo0
#\ÉtRur
£`Å3»s9ur usYò2r&
Ĩ$¨Z9$#
w
cqßJn=ôèt
Artinya: Dan Kami tidak
mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita
gembira dan sebagai pemberi peringatan (basyiiran wa nadziiran), tetapi
kebanyakan manusia tiada mengetahui..
Sebagai aplikasi dari ayat-ayat
ini, seorang Muslim dalam interaksinya dengan orang lain, selain harus
menerapkan watak rahmatan lil-’alamin, juga bertanggungjawab
menyebarkan misi basyiran wa nadziran lil-’alamin.
Islam tidak melarang umatnya
berinteraksi dengan komunitas agama lain. Rahmat Allah yang diberikan melalui
Islam, tidak mungkin dapat disampaikan kepada umat lain, jika komunikasi dengan
mereka tidak berjalan baik.
Karena itu, para ulama fuqaha dari
berbagai madzhab membolehkan seorang Muslim memberikan sedekah sunnah kepada
non Muslim yang bukan kafir harbi. Demikian pula sebaliknya,
seorang Muslim diperbolehkan menerima bantuan dan hadiah yang diberikan oleh
non Muslim.
Para ulama fuqaha juga
mewajibkan seorang Muslim memberi nafkah kepada istri, orang tua dan anak-anak
yang non Muslim.
Di sisi lain, karena seorang
Muslim bertanggungjawab menerapkan basyiran wa nadziran lil-’alamin,Islam
melarang umatnya berinteraksi dengan non Muslim dalam hal-hal yang dapat
menghapus misi dakwah Islam terhadap mereka.
Mayoritas ulama fuqaha tidak
memperbolehkan seorang Muslim menjadi pekerja tempat ibadah agama lain, seperti
menjadi tukang kayu, pekerja bangunan dan lain sebagainya, karena hal itu
termasuk menolong orang lain dalam hal kemaksiatan, ciri khas dan syiar agama
mereka yang salah dalam pandangan Islam.
وَتَعَاوَنُواْ
عَلَى الْبرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَ تَعَاوَنُواْ عَلَى الإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
وَاتَّقُواْ اللّهَ إِنَّ اللّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
“Dan tolong-menolonglah kamu
dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam
berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya
Allah amat berat siksa-Nya.” (QS. Al Ma’idah : 2).
Dalam
kehidupan bermasyarakat yang memiliki kehidupan sosial yang kompleks dimasa
sekarang ini, adanya perbedaan khususnya dalam hal persepsi adalah sesuatu yang
tidak bisa dihindari. Upaya membangun persepsi positif tentang Islam di mata
dunia akan sulit terwujud manakala paradigma keislaman tidak mengedepankan visi
Islam Rahmatan Lil ‘Alamin dalam membangun perdamaian dunia hakiki. Akan
tetapi banyak sekali penafsiran dan persepsi yang keliru mengenai konsep
rahmatan lil’alamin itu sendiri.
Ayat Al Quran
yang sering digunakan sebagai landasan untuk menyebut Islam sebagai
rahmatan lil’alamin adalah Surat Al Anbiya ayat 107 yang berbunyi “Kami
tidak mengutus engkau, wahai Muhammad, melainkan rahmatan lil ‘alamin
(sebagai rahmat bagi seluruh manusia)”. Ibnul Qayyim Al Jauziah menafsirkan
ayat ini sebagai berikut : “Pendapat yang lebih benar dalam menafsirkan ayat
ini adalah bahwa rahmat di sini bersifat umum. Dalam masalah ini, terdapat dua
penafsiran:
Pertama: alam
semesta secara umum mendapat manfaat dengan diutusnya Nabi Muhammad.
Kemanfaatan yang dimaksudkan disini memiliki makna yang berbeda untuk subjek
yang berbeda. Untuk orang mukmin yang mengikuti beliau, dapat meraih kemuliaan
di dunia dan akhirat sekaligus. Akan tetapi untuk orang kafir yang memerangi
beliau, manfaat yang mereka dapatkan adalah disegerakannya pembunuhan dan maut
bagi mereka, itu lebih baik bagi mereka. Karena hidup mereka hanya akan
menambah kepedihan adzab kelak di akhirat. Kebinasaan telah ditetapkan bagi
mereka. Sehingga, dipercepatnya ajal lebih bermanfaat bagi mereka daripada
hidup menetap dalam kekafiran.
Sedangkan
untuk orang kafir yang terikat perjanjian dengan beliau, manfaat bagi mereka
adalah dibiarkan hidup didunia dalam perlindungan dan perjanjian. Mereka ini
lebih sedikit keburukannya daripada orang kafir yang memerangi Nabi Muhammad.
Lain halnya untuk orang munafik, yang menampakkan iman secara zhahir saja,
mereka mendapat manfaat berupa terjaganya darah, harta, keluarga dan kehormatan
mereka. Mereka pun diperlakukan sebagaimana kaum muslimin yang lain dalam hukum
waris dan hukum yang lain. Dan pada umat manusia setelah beliau diutus, Allah
tidak memberikan adzab yang menyeluruh dari umat manusia di bumi.
Kesimpulannya, semua manusia mendapat manfaat dari diutusnya Rasulullah.
Kedua: Islam
adalah rahmat bagi setiap manusia, namun orang yang beriman menerima rahmat ini
dan mendapatkan manfaat di dunia dan di akhirat.
Dalam
pendapat lain, DR. Abdul Karim dalam tulisannya di situs al dakwah.org. Rahmat
Allah itu harus dimaknai secara lebih luas dan termanifestasikan kedalam dua hal
berikut ini :
Yang pertama adalah manhaj
(ajaran), di antara rahmat Allah yang luas adalah manhaj atau ajaran yang
dibawa oleh Rasulullah saw berupa manhaj yang menjawab kebahagiaan seluruh umat
manusia, jauh dari kesusahan dan menuntunnya ke puncak kesempurnaan yang
hakiki. Allah SWT berfirman, “Kami tidak menurunkan Al Quran ini kepadamu agar
kamu menjadi susah; tetapi sebagai peringatan bagi orang yang takut (kepada
Allah),” (QS. Thahaa: 2-3). Di ayat lain, Dia berfirman, “…Pada hari ini telah
Kusempurnakan untuk kamu agamamu…,” (QS Al-Maidah: 3). Al Quran, Al Quran telah
meletakkan dasar-dasar atau pokok-pokok ajaran yang abadi dan permanen bagi
kehidupan manusia yang selalu dinamis.
Kitab suci
terakhir ini memberikan kesempatan bagi manusia untuk beristimbath (mengambil
kesimpulan) terhadap hukum-hukum yang bersifat furu’iyah. Hal tersebut
merupakan konsekuensi logis dari tuntutan dinamika kehidupannya. Begitu juga
kesempatan untuk menemukan inovasi dalam hal sarana pelaksanaannya sesuai
dengan tuntutan zaman dan kondisi kehidupan, yang semuanya itu tidak boleh
bertentangan dengan ushul atau pokok-pokok ajaran yang permanen. Dari sini bisa
kita pahami bahwa Al Quran itu benar-benar sempurna dalam ajarannya. Tidak ada
satu pun masalah dalam kehidupan ini kecuali Al Quran telah memberikan
petunjuk dan solusi. Allah berfirman, “Tiadalah Kami alpakan sesuatu pun di
dalam Al-Kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan,” (QS al-An’aam:
38). Dalam ayat lain berbunyi, “Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran)
untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira
bagi orang-orang yang berserah diri,” (QS an-Nahl: 89).
Yang kedua
adalah penyempurna kehidupan manusia, di antara rahmat Islam adalah
keberadaannya sebagai penyempurna kebutuhan manusia dalam tugasnya sebagai
khalifah di muka bumi ini. Rahmat Islam adalah meningkatkan dan melengkapi
kebutuhan manusia agar menjadi lebih sempurna, bukan membatasi potensi manusia.
Islam tidak pernah mematikan potensi manusia, Islam juga tidak pernah
mengharamkan manusia untuk menikmati hasil karyanya dalam bentuk
kebaikan-kebaikan dunia. “Katakanlah: ‘Siapakah yang mengharamkan perhiasan
dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hambaNya dan (siapa pulakah
yang mengharamkan) rezki yang baik?” (QS al-A`raf: 32). Islam memberi petunjuk
mana yang baik dan mana yang buruk, sedang manusia sering tidak mengetahuinya.
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi
(pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui,
sedang kamu tidak mengetahui,” (QS al-Baqarah: 216).
Jalan untuk
kebaikan, rahmat dalam Islam juga bisa berupa ajarannya yang berisi jalan /
cara mencapai kehidupan yang lebih baik, dunia dan akhirat. Hanya kebanyakan manusia
memandang jalan Islam tersebut memiliki beban yang berat, seperti kewajiban
sholat dan zakat, kewajiban amar ma’ruf nahi munkar, kewajiban memakai jilbab
bagi wanita dewasa, dan sebagainya. Padahal Allah SWT telah berfirman, “Allah
tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya,” (QS
al-Baqarah: 286). Pada dasarnya, kewajiban tersebut hanyalah untuk kebaikan
manusia itu sendiri. “Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi
dirimu sendiri,” (QS al-Isra’: 7).
Islam rahmatan
lil alamin menghendaki agar Islam memiliki peran sebagai Agama yang di dalam
praksisnya bisa menjadi penyejuk bagi seluruh alam.
Islam secara tekstual memang menghendaki agar para pemeluknya menerapkan
kehidupan yang penuh rahmat. Kemudian hal tersebut teraplikasi di dalam kehidupan yang selaras, serasi dan
seimbang dan juga mengedepankan kerukunan, keharmonisan dan keselamatan. Sebagai
agama yang mengusung keramahan dan kerahmatan bagi semua makhluk.
KESIMPULAN
1. Islam memiliki peran sebagai Agama yang dalam kehadirannya bisa
menjadi penyejuk bagi seluruh alam.
2.
Rahmat
Allah itu harus dimaknai secara lebih luas dan termanifestasikan kedalam dua
hal yaitu untuk kebahagiaan seluruh umat
manusia, jauh dari kesusahan dan menuntunnya ke puncak kesempurnaan yang hakiki
dan penyempurna manusia dalam tugasnya sebagai khalifah di muka bumi ini.
3. Islam rahmatan lil alamin menghendaki agar Islam memiliki peran
sebagai Agama yang di dalam praksisnya bisa menjadi penyejuk bagi seluruh alam
teraplikasi di dalam kehidupan yang
selaras, serasi dan seimbang dan juga mengedepankan kerukunan, keharmonisan dan
keselamatan. Sebagai agama yang mengusung keramahan dan kerahmatan bagi semua
makhluk.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Hakim, Metodologi Studi Islam, Bandung, Remaja Rosdakarya, 2004
Ali Abdul Hasan, Islam Membangun Peradaban Dunia, Jakarta,
Dunia Pustaka Jaya, 1988
Endang Saifuddin Anshari, Kuliah
Al-Islam, Pusataka Bandung, 1978, Hal. 46
Endang Saepudin, Kuliah Al-Islam:
Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi,
Jakarta, Rajawali, 1976
Yusuf Qardhawi, Membumikan Syari’at
Islam. Bandung, Mizan Pustaka, 2002
Endang Saifuddin Anshari, Kuliah Al-Islam, Pusataka Bandung,
1978, Hal. 46